28/03/12

PERTANIAN ORGANIK - Analisis Agroekosistem

       Kondisi lingkungan pertanian telah berubah. Perilaku manusia telah mengubah kondisi lingkungan baik secara langsung maupun tidak langsung. Kalau pada masa lalu petani dapat memupuk sawah dari dedaunan tanaman di persawahan, kini hal itu sulit dilakukan. Pada jaman dulu proses pengomposan dilakukan dengan menumpuk jerami di bawah tanaman pisang kluthuk tetapi tanaman itu kini sudah sulit kita dapatlkan di pojok-pojok persawahan. Bahkan kita sudah mulai sulit menjumpai belut maupun keong hitam/ keong tutup yang enak dimakan sehingga para petani sulit memperoleh tambahan penghasilan dari memanen binatang tersebut. 
Sadar ataupun tidak maka perubahan kondisi agroekosistem juga telah mempengaruhi jenis pekerjaan dan perilaku bertani, yang kalau perubahan tersebut tidak terencana oleh petani maka akan merugikan generasi petani masa kini maupun masa yang akan datang

TUJUAN :
1.    Peserta mampu membaca/ menganalisa perubahan unsur-unsur dalam agroekosistem,
2.    Peserta mampu memahami nilai penting hubungan mutualisme antar komponen dalam ekosistem
3.    Peserta mampu melihat dan menganalisa relasi antara proses pembangunan dengan pergeseran peran dan fungsi komponen-komponen dalam suatu agroekosistem.

Materi :
Pembangunan merupakan suatu proses menuju kemakmuran dan keadilan serta kelestarian ekosistem. Pendekatan pembangunan yang selama ini bias sektoral dan menempatkan pembangunan ekonomi sebagai ujung tombak pembangunan, telah menghasilkan kerusakan lingkungan di berbagai kawasan. Berjuta-juta hektar lahan hutan dan lahan pertanian telah berubah menjadi kawasan pemukiman dan perumahan serta akhirnya menjadi kota yang gersang, miskin aneka jenis tanaman, miskin ternak dan miskin oksigen. Kawasan lama yang hijau telah berubah menjadi kawasan baru yang mati, kawasan yang penuh limbah dan polusi tanah, air dan udara seakan-akan sudah merupakan kewajaran yang tidak dipersalahkan.
Ketika tanaman menghilang dari sebuah kawasan, maka aneka jenis makhluk hidup yang bergantung pada tanaman akan menyingkir pula dari kawasan tersebut, sementara itu beberapa yang lain mencoba beradaptasi terhadap kondisi baru tempat tinggal hidupnya. Pada kondisi yang berkembang, terjadi pula domestifikasi makhluk liar menjadi makhluk yang dibudidayakan manusia untuk berbagai kebutuhan dengan cara-cara yang seringkali tidak lazim bagi kebiasaan makhluk tersebut, seperti : penjadwalan waktu makan, perubahan jenis makanan, perubahan lingkungan tempat tinggal hidup dll. Dalam jangka panjang, maka hal tersebut juga dianggap biasa atau lazim sehingga menjadi aneh bila manusia tidak melakukannya.
Pada jaman dahulu, gajah tinggal di hutan. Ketika manusia mencoba membuka lahan dengan menebangi pepohonan hutan, maka gajah merasa rumah tempat tinggal hidup dan mencari makannya sehari-hari dirusak. Gajahpun marah dan merusak aneka tanaman kebun yang diusahakan manusia pada bekas hutan tersebut dan memakan aneka tanaman yang dapat dimakannya. Manusiapun kemudian mencoba menjinakkan gajah-gajah tersebut agar “lebih bermanfaat” bagi manusia. Maka, didirikanlah Sekolah Gajah dengan Patung Gajahnya di Wae Kambas- Lampung. Gajah-gajah liar ditangkapi, dijinakkan dan diajari berbagai ketrampilan seperti sepak bola dan mengangkat kayu-kayu gelondongan dari hutan. Akhirnya gajah-gajah tersebut beradaptasi dengan baik di lingkungannya yang baru dan merasa bahwa Sekolah Gajah tersebut adalah tempat tinggal hidupnya. Gajah yang dulu marah akibat hutannya dibabat manusia, kini dengan sukarela membantu manusia mempercepat terjadinya penggundulan hutan. Apakah sekolah gajah tersebut didirikan dengan perspektif lingkungan? Apa saja yang dapat dibaca dari perubahan perilaku binatang gajah tersebut? Adakah perubahan peran dan fungsi aneka tanaman tersebut? Bagaiman pula hubungan antara gajah, tanaman hutan dan manusia? Siapakah aktor utama dari perubahan ekosistem tersebut?


[1] Tulisan pelengkap pelatihan pertanian organic oleh Bima Widjajaputra

Tidak ada komentar:

Posting Komentar