20/08/11

MENJEMPUT MALAM SERIBU BULAN

Mulai 'malem selikur' pada bulan puasa ini dapat kita jumpai orang-orang yang itikaf-duduk merenung/ berdzikir/ mohon ampunan kepada Allah dengan harapan akan menemui malam pencerahan yang diharapkan. Orang kampung kami bilang malam turunnya 'wahyu Qadar', dimana amal kebaikan akan dilipatgandakan nilainya oleh Yang Maha Kuasa.
Ada yang bilang bahwa malam Qadar tersebut hanya turun pada salah satu malam saja di setiap bulan puasa ini. Bahkan ada yang bilang hanya pada tanggal ganjil saja setelah tanggal 20 bulan puasa. Ada yang bilang hanya sedetik saja dari bagian malam tersebut. Macam-macamlah pendapat orang dengan latar belakang pemahaman masing-masing.
>>> Bergadang ini mah ...!

Sebagian dari jamaah masjid kami ternyata ada yang tenang-tenang saja. Setiap saat dia berusaha tidak lepas dari dzikir dan melakukan berbagai bentuk kebajikan yang lain. Lelah ya istirahat, ngantuk ya ditinggal tidur. Itu yang dilakukannya sehari-hari. Ketika dia kutanya: "mengapa tidak ikut iktikaf sebagaimana yang lain?". Dia jawab :"Tuhanku Maha Tahu lagi Maha Berkehendak, untuk apa aku susah-susah memaksa diri melakukan suatu ibadah ketika badanku sudah berharap untuk istirahat". "Insya Allah kalau dikehendakiNya maka aku akan dibangunkanNya, apalagi tidurku ini kulandasi juga dengan Bismillah atau dengan Asma Allah", terusnya.

Memang teman akrabku yang satu itu suka beribadah sesuai keyakinannya. Bentuk-bentuk perdebatan yang hanya cenderung memecah belah umat tidak mau diikutinya, seperti: penentuan jumlah rakaat dalam sholat tarawih, waktu pelaksanaan terawih, tempat pelaksanaan tarawih, pembacaan Bismillah di awal surat disuarakan lantang ataukah samar saja dll. Saya takut bahwa dengan memperdebatkan hal-hal tersebut bukannya amal sholeh yang diperoleh tetapi malah sebaliknya karena marah dalam penyampaian, memaksakan kehendak, terjebak niat mencari pengikut, terjebak saling menyalahkan tanpa dasar dll.

Benarkah itu? ya, barangkali hal itu pernah terjadi pada suatu masa di suatu tempat ketika Al-Qur'an sama sekali tidak disinggung dalam pembahasan karena seakan-akan dari hadits yang dianggap sahih sudah cukup, dari omongan ustadz yang dianggap lebih tahu juga dianggap sudah menggantikan isi Al-Qur'an. Lindungi kami dari berbagai keburukan karenanya yaa Allah.

Ya Allah, lembutkan hati kami, bukakan hati kami untuk dapat menerima petunjukmu dan lapangkan hati kami dalam menerima pendapat saudaraku. Kami serahkan kepastian kebenarannya hanya padaMu ya Allah, karena hanya Engkaulah hakim atas berbagai persoalan keimanan ini. Bimbinglah kami untuk menerima kebenaran-kebenaran dariMu dan mampukan kami untuk menegakkannya. Yaa Aliim Yaa Hakiim, Allah......... amin ya Rabbal 'alamin.

Insya Allah waktu pencerahan yang kita tunggu-tunggu tersebut tidak terlewatkan oleh kelalaian kita sebagaimana orang yang lalai dalam sholatnya. Amin.

1 komentar:

  1. Ustadz Kampung Sebelah27 Agustus 2011 pukul 09.09

    Untuk siapapun, silahkan saja perdalam hadits yang macem-macem itu tetapi jangan sekali-kali meninggalkan Al-Qur'an didalam setiap majlis. Jangan pusingkan umat hanya karena menurut A atau menurut B

    BalasHapus