UMBI-UMBIAN,
KORO-KOROAN DAN PEPOHONAN
Panen
sepanjang tahun di masa krisis akibat pemanasan global
Latar
Belakang
Pepohonan yang rimbun merupakan salah satu ciri hutan produktif. Dari pepohonan inilah dikeluarkan oksigen yang kita butuhkan sehari-hari ketika kita bernafas. Udara menjadi sejuk karena pepohonan juga. Udara yang sejuk diyakini merupakan komponen penting dalam stabilisasi emosi dan menjauhkan manusia dari depresi.
Pertumbuhan penduduk yang tinggi di dunia ini
telah menjadikan ditebanginya pepohonan untuk kebutuhan kayu bangunan maupun
meubel serta kerajinan. Kini kita rasakan kesejukan itu mulai berkurang.
Fluktuasi suhu yang tinggi menjadikan tubuh gerah kepanasan atau menggigil
kedinginan. Apalagi memang lama kelamaan kebun kita berubah menjadi rumah-rumah
permanen sehingga otomatis ketersediaan oksigen oleh pepohonan akan berkurang
serta terjadi peningkatan serapan oksigen untuk kehidupan manusia dan hewan.
Pada sisi lain, kebutuhan pangan mulai meningkat dimana
luasan lahan persawahan sebagai sumber penghasil pangan nabati menurun akibat
konversi pemanfaatan lahan dari pertanian ke industry atau pemukiman. Lambat
laun sawah tak akan memadai lagi sebagai penyangga pangan dunia. Pembangunan
pertanian tanaman pangan yang bias sawah harus diganti dengan memperhatikan
potensi pekarangan, kebun dan hutan.
Tuhan telah menciptakan aneka jenis tetumbuhan yang adaptif
terhadap sedikitnya sinar matahari, yaitu beberapa jenis tanaman umbi-umbian
sumber karbohidrat seperti : talah, ganyang, garut, gembili, gembolo dll. Juga
jenis tanaman koro-koroan sumber protein antara lain: kecipir, koro benguk,
koro pedang, koro begog dll. Berbagai jenis tumbuhan tersebut telah terbukti
mudah dikembangkan pada berbagai kondisi tanah dan ketinggian lokasi .
Menemukan
kembali sistem pertanian yang cocok pada berbagai kondisi lahan tanpa menebangi
pohon serta mudah diterapkan oleh petani dalam menjawab kebutuhan ekonomi,
ekologi dan sosialnya baik pada jangka pendek, menengah maupun panjang;
merupakan kebutuhan mendesak yang harus diselesaikan. Yang jelas, rawan pangan
seharusnya tidak perlu terjadi lagi kalau kita mau mengoptimalkan kembali
pemanfaatan pekarangan, kebun dan hutan kita untuk tanaman pangan. Pada jangka
panjang, Indonesia akan menjadi eksportir pangan yang signifikan menjawab
kebutuhan pangan dunia, bukannya importer terigu/ gandum terbesar dunia seperti
saat ini.
Tujuan :
·
Petani
memahami proses terjadinya pemanasan global dan dampaknya bagi dunia pertanian
·
Petani
mengenal kembali sistem pengelolaan wanatani atau hutan/ kebun rumah tangga
yang produktif.
·
Petani
memiliki gambaran teknis yang memadai untuk mulai menanam pohon dengan aneka
jenis tanaman bawah tegakan, terutama tanaman pangan.
Materi :
Pemanasan global akibat meningkatnya gas rumah kaca hasil pencemaran udara oleh pabrik-pabrik, buangan gas kendaraan bermotor, limbah industry peternakan, kebakaran hutan dll., diyakini menjadi pemicu terjadinya pemanasan global. Kutub dan puncak-puncak gunung tertinggi yang biasanya berupa salju telah mencair sehingga meningkatkan permukaan air laut dan menenggelamkan pulau-pulau kecil. Terjadi pula perubahan suhu udara yang seringkali ekstrim sehingga menimbulkan badai, bahkan perubahan pola hujan musiman maupun harian. Hujan dan angin seringkali muncul tiba-tiba dengan kekuatan yang lebih besar. Iklim telah berubah di pelbagai belahan dunia.
Dampak perubahan iklim
telah dirasakan pada berbagai kawasan. Fluktuasi suhu yang tinggi telah memicu
kekeringan, penggurunan, banjir, tanah longsor, polusi air dan udara yang
meningkat, badai serta berbagai bencana. Hal ini telah melanda banyak tempat
dengan intensitas yang semakin tinggi. Muncul pula kegagalan panen berbagai jenis biji-bijian pada lahan hamparan terbuka yang
memacu munculnya rawan pangan dan bahkan rawan pakan ternak. Muncul pula
berbagai penyakit baru dengan serangan yang tidak terduga, cepat melanda
berbagai wilayah, serta menampakkan gejala-gejala yang hampir mirip dengan
beberapa penyakit yang ada tetapi menuntut pengobatan yang berbeda.
Untuk
mengantisipasi kondisi rawan pangan tersebut, maka berbagai upaya telah
dilakukan baik tingkat rumah tangga, desa bahkan Negara. Pemerintah RRC
misalnya, telah mengerahkan satuan penyedot dan penyemprot air tanah untuk
pertumbuhan tanaman gandumnya serta mempercepat pemulihan kembali hutan-hutan
yang dimilikinya, pemerintah Brasil juga telah mengurangi populasi ternaknya
secara besar-besaran supaya tidak mengurangi jatah pangan bagi manusia, gerakan
anti industrialisasi peternakan muncul pada berbagai belahan dunia. Di
Indonesia telah dilakukan gerakan penanaman pepohonan secara besar-besaran dan
jeda penebangan hutan tanpa ijin. Namun demikian kekeringan, erosi, tanah
longsor, dan penebangan pepohonan hutan tetap berlangsung. Bahkan pada kawasan
perbukitanpun masih banyak yang gundul atau berubah fungsi dari sumber
penyangga air melalui aneka pepohonan yang tumbuh diatasnya, menjadi perumahan,
perhotelan dan lapangan golf. Sementara itu kawasan pertanian di lahan pantai
yang selama ini menyangga ekonomi petani dan menjaga intrusi air laut ke darat
juga terancam dengan beberapa aksi penambangan pasir besi. Akankah ini
berlanjut tanpa solusi?
Pengembangan
pertanian yang bias sawah dan tanaman padi telah mengakibatkan hilangnya sistem hutan pertanian terpadu yang
memberi panenan setiap bulan kepada keluarga tani. Seringkali masyarakat tani
pada kawasan perbukitan lahan kering mengalami bulan-bulan tidak ada panenan
sama sekali, terutama pada musim kemarau dimana air kurang tersedia bagi
tanaman musiman di tegalan. Suatu kondisi yang jarang dijumpai pada masa-masa
sebelum pemerintah mengembangkan pola revolusi hijau melalui proyek
monokulturisasi pertanian dan menetapkan beras sebagai makanan pokok bagi
seluruh rakyat Indonesia, yang diiringi pengabaian besar-besaran potensi kebun
dan pekarangan keluarga. Hutan hanya dipandang sebagai penghasil kayu semata
dan melupakan kekayaan hayatinya yang lain, seperti aneka umbi-umbian yang
biasa tumbuh di kebun, dibawah naungan pepohonan, maupun koro-koroan yang suka
merambat pada dahan dan ranting pepohonan.
Pola
pengelolaan pekarangan dan kebun petani saat ini cenderung hanya diisi tanaman
buah-buahan karena pertimbangan harga semata. Kebutuhan sayuran dan karbohidrat
dipenuhi dari tanaman padi dan ketela pohon di sawah maupun lading. Kalau
kebutuhan keluarga untuk makan minum sehari-hari nggak cukup dipenuhi dari
sawah maka biasanya akan dipenuhi dari pasar. Petani yang seharusnya lebih
berperan sebagai produsen hasil pertanian sedikit demi sedikit akan berubah
menjadi konsumen juga.
Wanatani
atau kebun produktif rumah tangga merupakan suatu system yang mengkombinasikan
aneka jenis tanaman kekayuan, sayuran, bunga, umbi-umbian dan atau dengan jenis
tanaman yang lain secara harmonis. Satu fungsi/kebutuhan dapat dipenuhi oleh
banyak tanaman, satu tanaman dapat dimanfaatkan untuk aneka fungsi; merupakan
prinsip wanatani yang selama ini terbukti cocok diterapkan oleh para petani.
Tanaman kekayuan berdiri tegak, tanah dibawahnya ditumbuhi aneka umbi-umbian,
dahan dirambati aneka tanaman pemanjat seperti koro-koroan pada umumnya atau
berbagai jenis tanaman umbi yang juga batangnya memanjat atau membelit dahan
dan ranting. Pagar kebun biasanya berupa pagar hidup atau jenis-jenis tanaman
yang cocok sebagai pagar sekaligus menghasilkan makanan ataupun pakan ternak.
Berbagai jenis tanaman yang cocok sebagai biopestisida atau biofarmaka juga
ditanam melengkapi pekarangan dan kebun. Ada tanaman yang berfungsi sebagai
tanaman hias, ada yang sebagai makanan manusia, ada yang untuk pakan ternak,
ada yang untuk obat-obatan, kayu bakar atau bahan bangunan. Ternak maupun ikan
juga dikembangkan bilamana persyaratan budidayanya dipenuhi oleh pekarangan
tersebut, seperti air dan pakan.
Ketika
persyaratan iklim setempat terpenuhi untuk pengembangan wanatani, petani
tinggal mengatur urutan penanaman dan lokasi penanamannya. Tanaman yang butuh
sinar matahari dalam jumlah besar maka akan ditanam di pinggir, yang tahan
naungan akan ditanam di tengah. Tanaman yang suka air dan pepohonan perlu
ditanam pada tanah dengan posisi lebih rendah disbanding tanaman yang kurang
butuh air ataupun tanaman batang lunak. Tanaman bunga-bungaan relative butuh
pencahayaan yang cukup sehingga dapat ditanam di pinggir, sementara itu jenis
anggrek bulan dapat ditempelkan pada pepohonan yang tidak terkena sinar
matahari langsung sebagaimana jenis tanaman anggrek lainnya. Berbagai jenis
tanaman sukulen seperti kaktus misalnya, dapat ditempatkan pada lahan terbuka
dengan sinar matahari intensitas tinggi. Umbi-umbian adalah tanaman yang tahan
keteduhan dan kekurangan air sehingga dapat ditanam pada permukaan tanah yang
agak tinggi dan dibawah rerimbunan pohon. Jenis koro-koroan dan beberapa jenis
tanaman umbi dengan pertumbuhan membelit pohon atau merambat (misalnya: uwi,
gadung, gembili dll.) dapat ditanam sekitar satu meter mengelilingi pokok
batang utama pepohonan dengan diberi ranting atau batang bamboo sebagai sarana
memanjat dari lokasi tanam ke batang pohon yang akan dijadikan rambatan.
Pengalaman dan pengamatan petani atas lokasi
tumbuh berbagai jenis tanaman sangat dibutuhkan dalam penentuan posisi
penanaman aneka jenis tanaman yang dibudidayakannya.
Mempunyai visi dan misi yang baik selalu mencari teman yang sesuai. Mudah-mudahan kita dapat saling belajar.
BalasHapus