24/05/12

Pertanian Bawah Tegakan


UMBI-UMBIAN, KORO-KOROAN DAN PEPOHONAN
Panen sepanjang tahun di masa krisis akibat pemanasan global


Latar Belakang


Pepohonan yang rimbun merupakan salah satu ciri hutan produktif. Dari pepohonan inilah dikeluarkan oksigen yang kita butuhkan sehari-hari ketika kita bernafas. Udara menjadi sejuk karena pepohonan juga. Udara yang sejuk diyakini merupakan komponen penting dalam stabilisasi emosi dan menjauhkan manusia dari depresi.
 Pertumbuhan penduduk yang tinggi di dunia ini telah menjadikan ditebanginya pepohonan untuk kebutuhan kayu bangunan maupun meubel serta kerajinan. Kini kita rasakan kesejukan itu mulai berkurang. Fluktuasi suhu yang tinggi menjadikan tubuh gerah kepanasan atau menggigil kedinginan. Apalagi memang lama kelamaan kebun kita berubah menjadi rumah-rumah permanen sehingga otomatis ketersediaan oksigen oleh pepohonan akan berkurang serta terjadi peningkatan serapan oksigen untuk kehidupan manusia dan hewan.
          Pada sisi lain, kebutuhan pangan mulai meningkat dimana luasan lahan persawahan sebagai sumber penghasil pangan nabati menurun akibat konversi pemanfaatan lahan dari pertanian ke industry atau pemukiman. Lambat laun sawah tak akan memadai lagi sebagai penyangga pangan dunia. Pembangunan pertanian tanaman pangan yang bias sawah harus diganti dengan memperhatikan potensi pekarangan, kebun dan hutan.
          Tuhan telah menciptakan aneka jenis tetumbuhan yang adaptif terhadap sedikitnya sinar matahari, yaitu beberapa jenis tanaman umbi-umbian sumber karbohidrat seperti : talah, ganyang, garut, gembili, gembolo dll. Juga jenis tanaman koro-koroan sumber protein antara lain: kecipir, koro benguk, koro pedang, koro begog dll. Berbagai jenis tumbuhan tersebut telah terbukti mudah dikembangkan pada berbagai kondisi tanah dan ketinggian lokasi .
Menemukan kembali sistem pertanian yang cocok pada berbagai kondisi lahan tanpa menebangi pohon serta mudah diterapkan oleh petani dalam menjawab kebutuhan ekonomi, ekologi dan sosialnya baik pada jangka pendek, menengah maupun panjang; merupakan kebutuhan mendesak yang harus diselesaikan. Yang jelas, rawan pangan seharusnya tidak perlu terjadi lagi kalau kita mau mengoptimalkan kembali pemanfaatan pekarangan, kebun dan hutan kita untuk tanaman pangan. Pada jangka panjang, Indonesia akan menjadi eksportir pangan yang signifikan menjawab kebutuhan pangan dunia, bukannya importer terigu/ gandum terbesar dunia seperti saat ini.


Tujuan :
·         Petani memahami proses terjadinya pemanasan global dan dampaknya bagi dunia pertanian
·         Petani mengenal kembali sistem pengelolaan wanatani atau hutan/ kebun rumah tangga yang produktif.
·         Petani memiliki gambaran teknis yang memadai untuk mulai menanam pohon dengan aneka jenis tanaman bawah tegakan, terutama tanaman pangan.

Materi :


Pemanasan global akibat meningkatnya gas rumah kaca hasil pencemaran udara oleh pabrik-pabrik, buangan gas kendaraan bermotor, limbah industry peternakan, kebakaran hutan dll., diyakini menjadi pemicu terjadinya pemanasan global. Kutub dan puncak-puncak gunung tertinggi yang biasanya berupa salju telah mencair sehingga meningkatkan permukaan air laut dan menenggelamkan pulau-pulau kecil. Terjadi pula perubahan suhu udara yang seringkali ekstrim sehingga menimbulkan badai, bahkan perubahan pola hujan musiman maupun harian. Hujan dan angin seringkali muncul tiba-tiba dengan kekuatan yang lebih besar. Iklim telah berubah di pelbagai belahan dunia.
Dampak perubahan iklim telah dirasakan pada berbagai kawasan. Fluktuasi suhu yang tinggi telah memicu kekeringan, penggurunan, banjir, tanah longsor, polusi air dan udara yang meningkat, badai serta berbagai bencana. Hal ini telah melanda banyak tempat dengan intensitas yang semakin tinggi. Muncul pula kegagalan panen berbagai jenis biji-bijian pada lahan hamparan terbuka yang memacu munculnya rawan pangan dan bahkan rawan pakan ternak. Muncul pula berbagai penyakit baru dengan serangan yang tidak terduga, cepat melanda berbagai wilayah, serta menampakkan gejala-gejala yang hampir mirip dengan beberapa penyakit yang ada tetapi menuntut pengobatan yang berbeda.
          Untuk mengantisipasi kondisi rawan pangan tersebut, maka berbagai upaya telah dilakukan baik tingkat rumah tangga, desa bahkan Negara. Pemerintah RRC misalnya, telah mengerahkan satuan penyedot dan penyemprot air tanah untuk pertumbuhan tanaman gandumnya serta mempercepat pemulihan kembali hutan-hutan yang dimilikinya, pemerintah Brasil juga telah mengurangi populasi ternaknya secara besar-besaran supaya tidak mengurangi jatah pangan bagi manusia, gerakan anti industrialisasi peternakan muncul pada berbagai belahan dunia. Di Indonesia telah dilakukan gerakan penanaman pepohonan secara besar-besaran dan jeda penebangan hutan tanpa ijin. Namun demikian kekeringan, erosi, tanah longsor, dan penebangan pepohonan hutan tetap berlangsung. Bahkan pada kawasan perbukitanpun masih banyak yang gundul atau berubah fungsi dari sumber penyangga air melalui aneka pepohonan yang tumbuh diatasnya, menjadi perumahan, perhotelan dan lapangan golf. Sementara itu kawasan pertanian di lahan pantai yang selama ini menyangga ekonomi petani dan menjaga intrusi air laut ke darat juga terancam dengan beberapa aksi penambangan pasir besi. Akankah ini berlanjut tanpa solusi?
          Pengembangan pertanian yang bias sawah dan tanaman padi telah mengakibatkan hilangnya sistem hutan pertanian terpadu yang memberi panenan setiap bulan kepada keluarga tani. Seringkali masyarakat tani pada kawasan perbukitan lahan kering mengalami bulan-bulan tidak ada panenan sama sekali, terutama pada musim kemarau dimana air kurang tersedia bagi tanaman musiman di tegalan. Suatu kondisi yang jarang dijumpai pada masa-masa sebelum pemerintah mengembangkan pola revolusi hijau melalui proyek monokulturisasi pertanian dan menetapkan beras sebagai makanan pokok bagi seluruh rakyat Indonesia, yang diiringi pengabaian besar-besaran potensi kebun dan pekarangan keluarga. Hutan hanya dipandang sebagai penghasil kayu semata dan melupakan kekayaan hayatinya yang lain, seperti aneka umbi-umbian yang biasa tumbuh di kebun, dibawah naungan pepohonan, maupun koro-koroan yang suka merambat pada dahan dan ranting pepohonan.
          Pola pengelolaan pekarangan dan kebun petani saat ini cenderung hanya diisi tanaman buah-buahan karena pertimbangan harga semata. Kebutuhan sayuran dan karbohidrat dipenuhi dari tanaman padi dan ketela pohon di sawah maupun lading. Kalau kebutuhan keluarga untuk makan minum sehari-hari nggak cukup dipenuhi dari sawah maka biasanya akan dipenuhi dari pasar. Petani yang seharusnya lebih berperan sebagai produsen hasil pertanian sedikit demi sedikit akan berubah menjadi konsumen juga.
          Wanatani atau kebun produktif rumah tangga merupakan suatu system yang mengkombinasikan aneka jenis tanaman kekayuan, sayuran, bunga, umbi-umbian dan atau dengan jenis tanaman yang lain secara harmonis. Satu fungsi/kebutuhan dapat dipenuhi oleh banyak tanaman, satu tanaman dapat dimanfaatkan untuk aneka fungsi; merupakan prinsip wanatani yang selama ini terbukti cocok diterapkan oleh para petani. Tanaman kekayuan berdiri tegak, tanah dibawahnya ditumbuhi aneka umbi-umbian, dahan dirambati aneka tanaman pemanjat seperti koro-koroan pada umumnya atau berbagai jenis tanaman umbi yang juga batangnya memanjat atau membelit dahan dan ranting. Pagar kebun biasanya berupa pagar hidup atau jenis-jenis tanaman yang cocok sebagai pagar sekaligus menghasilkan makanan ataupun pakan ternak. Berbagai jenis tanaman yang cocok sebagai biopestisida atau biofarmaka juga ditanam melengkapi pekarangan dan kebun. Ada tanaman yang berfungsi sebagai tanaman hias, ada yang sebagai makanan manusia, ada yang untuk pakan ternak, ada yang untuk obat-obatan, kayu bakar atau bahan bangunan. Ternak maupun ikan juga dikembangkan bilamana persyaratan budidayanya dipenuhi oleh pekarangan tersebut, seperti air dan pakan.
          Ketika persyaratan iklim setempat terpenuhi untuk pengembangan wanatani, petani tinggal mengatur urutan penanaman dan lokasi penanamannya. Tanaman yang butuh sinar matahari dalam jumlah besar maka akan ditanam di pinggir, yang tahan naungan akan ditanam di tengah. Tanaman yang suka air dan pepohonan perlu ditanam pada tanah dengan posisi lebih rendah disbanding tanaman yang kurang butuh air ataupun tanaman batang lunak. Tanaman bunga-bungaan relative butuh pencahayaan yang cukup sehingga dapat ditanam di pinggir, sementara itu jenis anggrek bulan dapat ditempelkan pada pepohonan yang tidak terkena sinar matahari langsung sebagaimana jenis tanaman anggrek lainnya. Berbagai jenis tanaman sukulen seperti kaktus misalnya, dapat ditempatkan pada lahan terbuka dengan sinar matahari intensitas tinggi. Umbi-umbian adalah tanaman yang tahan keteduhan dan kekurangan air sehingga dapat ditanam pada permukaan tanah yang agak tinggi dan dibawah rerimbunan pohon. Jenis koro-koroan dan beberapa jenis tanaman umbi dengan pertumbuhan membelit pohon atau merambat (misalnya: uwi, gadung, gembili dll.) dapat ditanam sekitar satu meter mengelilingi pokok batang utama pepohonan dengan diberi ranting atau batang bamboo sebagai sarana memanjat dari lokasi tanam ke batang pohon yang akan dijadikan rambatan.
Pengalaman dan pengamatan petani atas lokasi tumbuh berbagai jenis tanaman sangat dibutuhkan dalam penentuan posisi penanaman aneka jenis tanaman yang dibudidayakannya.

1 komentar:

  1. Mempunyai visi dan misi yang baik selalu mencari teman yang sesuai. Mudah-mudahan kita dapat saling belajar.

    BalasHapus