24/08/11

MENYAPA TUHAN KITA

Dengan Asma Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Selamat berjumpa kembali kawan, lama tak bersua di blog indah ini (narsis...bin lebay ..he..he.. nggak mengapa). Hari-hari dalam bulan puasa telah kita lalui bersama hingga beberapa hari yang lalu saya ditodong dengan pertanyaan Imul-anak saya yang kelas 3 Sekolah Dasar. Pertanyaan dari anak kecil yang membuat saya berfikir serius untuk menjelaskannya,"Allah itu seperti apa sih pak, tinggalnya dimana, siapa yang membuat Allah?".
Ditambah lagi kegelisahan orang-orang kampung paska mengikuti rapat tetua Ta'mir Masjid kampung kami yang mempersoalkan bilangan raka'at sholat terawih dan pembacaan Bismillah di awal surat paska pembacaan Al Fatihah. Diskusi sempat berkembang lewat grup facebook kampung maupun perbincangan santai pada kelompok-kelompok non formal dan informal. Insya Allah perbedaan pandangan yang terjadi menjadi rahmat bagi kita semua tanpa perlu ada tali yang terputus diantaranya. Kita cari hikmahnya bersama-sama.


Menyapa kawan adalah bagian dari mempertahankan silaturahmi. Sepertinya hal itu sangat biasa dan mudah diucapkan tetapi ternyata tak semudah yang kita bayangkan dalam melakukannya. Barangkali karena nggak biasa saja. Yang jelas, semakin sering kita menyapanya dengan cara yang baik maka hubungan akan terasa semakin dekat. Kalau sudah dekat, menyapa dengan cara tak biasapun nggak mengapa-tetap terasa hangat. Nah, kalau yang kita sapa adalah DIA yang Maha Menjadikan, Pemberi Rizki, Kesehatan dan Ampunan, bagaimana caranya dan apa yang kita rasakan ?!

Menyapa adalah cara berkomunikasi yang paling sering dilakukan orang baik karena iseng saja atau karena ada maksud-maksud tertentu. Hubungan antar orang sangat dipengaruhi oleh frekuensi dan cara menyapa tersebut. Menyapa secara tepat menjadi salah satu kunci kesuksesan hubungan antar orang. Bentuk sapaan selama ini dapat berupa sapaan langsung tatap muka, sapaan tidak langsung dengan bingkisan atau melalui surat dan bentuk sapaan-sapaan yang lain.Setiap sapaan pasti akan memancing reaksi dari yang disapa.

Siapa Tuhan, Imul masih merasa belum tahu benar. Dia bilang puasa ikut-ikutan saja, "Tuhan itu ada diatas sana tetapi kalau berdo'a meskipun suaranya pelan saja pasti Tuhan tahu karena Maha Mendengar", katanya. Kalau do'anya dalam hati gimana?. "Tetap tahu juga karena Tuhan Maha Melihat termasuk melihat hati kita", jelasnya setelah berfikir sejenak. Nah, kalau kamu melakukan kebaikan tetapi lupa berdo'a maka Tuhan tahu nggak mau kita?. "Ya tetap saja tahu wong Tuhan melihat perilaku kita", jawabnya. Itu sekilas pengetahuan Imul tentang Tuhan yang dari situ akan menentukan perilaku Imul kemudian.

Dari perspektif Imul tentang Tuhannya, seharusnya Imul (seandainya sudah bukan kanak-kanak lagi, red.) menjadi orang yang jujur dan selalu berbuat kebajikan, omongannya dan tingkah lakunya pasti disesuaikan dengan perilaku sebagai umat Tuhan yang baik (sekali lagi, kalau sudah bukan kanak-kanak, red.). Barangkali kalau sudah faham betul bahwa Tuhan itu Maha Pengasih dan Penyayang, maka dia tidak akan pelit dan kikir serta menjauhi perilaku-perilaku yang kejam apalagi menakut-nakuti temannya.

Kalaulah kita yakin bahwa Allah itu maha Pengasih dan Maha Penyayang maka sedikit-sedikit memberi ancaman jalan ke neraka akan hilang. Apalagi kalau kita memahami dan meyakini sifat Allah yang lain, akan dapat ditemukan 1001 cara untuk menyapa Tuhan dengan baik sehingga membuat kita merasa dekat dan Allah semakin mendekat. Berdo'a menjadi lebih ringan, mengajak  umat menuju kebaikan tidaklah jenuh, memberi contoh dalam bertindak bijaksanapun dapat diwujudkan. Kita  ikhlas dan bersyukur diberi kekuatan olehNya dalam menjalani berbagai hal tersebut.

Insya Allah kita lebih mengenal siapa Tuhan kita dan meyakininya dengan sepenuh hati. Dengan demikian pondasi keimanan kita akan semakin kokoh dan .... (tidak kanak-kanak lagi, red.). Kita memahami gajah sebagaimana apa adanya, tanpa berdebat lagi tentang bentuknya yang lebar (karena kupingnya yang dipegang) ataukah seperti bambu (karena kakinya yang dipegang) ataupun seperti ular (karena ekornya yang dipegang). Kenali semua asma-NYA sehingga Insya Allah tak perlu lagi terjadi debat 'merasa paling benar'  atas cara ibadah masing-masing yang variatif tersebut apalagi memaksakan kehendak dalam suatu majlis.

Hanya Allahlah yang paling tahu akan kebenarannya.

2 komentar:

  1. Adakah yang sampeyan tulis landasan Qur'an dan Haditsnya? bagi kami ini masalah mendasar yang sering membuat kekeluargaan cerai berai hanya gara-gara jml rkat terawih, belum lagi ketentuan jatuhnya 1 syawal dll dll dll

    BalasHapus
  2. kebanyakan dari kita hanya ngikut omongan "yang jago khotbah' krn malas memanfaatkan Al-Qur'an dan Sunah Rasul (bukan sunah 'orang arab')serta daya kritis pemberianNYA sehingga mau saja dikotak-kotak dan mengkotakkan. maaf segala khilaf, terimakasih.

    BalasHapus